top social

Kamis, 31 Agustus 2017

Khutbah Idul Adha

KHUTBAH PERTAMA:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ
 اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dirahmati Allah SWT,

Pada pagi yang penuh berkah ini, marilah bersama meingkatkan keimanan kita, ketakwaan kita kepada Allah SWT. Karena sesungguhnya, hanya ketakwaanlah yang bisa kita gunakan sebagai modal dan bekal ketika menghadap kepada Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya, fatazawaddu, fa inna khaira zaddit taqwa. Carilah bekal dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dirahmati Allah,
Saudara-saudara kita yang melakukan ibadah haji pada hari ini, sebagaiman adatnya akan melalui rukun haji, semuanya akan berkumpul untuk menunaikan wukuf di Arafah, seraya memuji dan bersyukur, serta bertasbih atas kebesaran Allah SWT. Tanpa mengenal batas usia, ras, suku bangsa dan jabatan. Bertalbiyah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sembari memakai pakaian ihram, pakaian putih yang tak berjahit, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup. Sembari menginsafi, bahwa seutama manusia dihadapan Allah  hanya diukur dari rasa ketakwaan kepada Allah SWT.
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Hari ini kita memperingati Idul Adha, dinamakan juga hari raya haji. Dimana beberapa bagian ibadah kita hari ini, merupakan napak tilas dari perjalanan hidup manusia-manusia sholih, manusia-manusia mulia. Ibrahim AS, manusia mulia yang bahkan menjadi bapak semua agama samawi, hingga agama-agama besar itu disebut agama abrahamaik. Yahudi, Kristen dan Islam sama-sama mengakui bahwa ajaran mereka bersumber dari Ibrahim. Namun Al Qur’an dengan tegas menyebut:

Maa kaana ibrohimu yahudiyan wa laa nasroniyan, wa lakin kaana hanifan musliman wa maa kaana minal musyrikin.

Ibrahim atau Abraham, dalam bahasa Ibrani mempunyai arti bapak bangsa-bangsa besar. Maka tak salah, kita menjadikan beliau teladan.

Laqod kaana lakum fiihim uswatun hasanatun liman kaana yarju Allah wal yaumal akhir, wa man yatawalla fainna Allaha huwal ghoniyul hamid.

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dirahmati Allah SWT,

Lantas siapa sebenarnya Ibrahim?. Ibrahim sendiri lahir di Kaldea, wilayah Irak. Putra dari Azar, pembuat patung kayu yang jadi sesembahan kaumnya. Ada yang mengatakan, Azar bukanlah bapak kandung Ibrahim. Setelah dewasa Ibrahim kemudian melawan adat kaumnya yang menyembah berhala, bahkan menghancurkan berhala-berhala kaumnya, sampai dihukum, dibakar, tapi diselamatkan oleh Allah SWT. Setelah kejadian itu Ibrahim kemudian hijrah, berpindah ke wilayah Palestina, yang pada waktu itu dikuasai dan diperintah oleh para raja-raja mamalik. Kurang lebih 68 tahun beristri Sarah, tapi tak juga dikarunia anak, maka Ibrahim diminta Sarah untuk menikahi budaknya yang bernama Hajar. Dalam sebuah riwayat, Hajar adalah hadiah dari seorang raja dan adapula yang mengatakan anak dari seorang raja.


Allahu Akbar 3x

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dirahmati Allah SWT,
Masalah pengorbanan, dalam lintasan sejarah kita diingatkan pada beberapa peristiwa yang menimpa Nabiyullah Ibrahim AS beserta keluarganya. Keluarga ini telah membuat sejarah besar, yang tidak ada bandingannya. Yaitu ketika Nabi Ibrahim diperintahkan oleh  Allah SWT supaya memboyong istrinya Hajar beserta putranya Nabi Ismail, yang ketika itu masih dalam keadaan menyusui. Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah yang demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun, di suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.
Karena pentingnya peristiwa tersebut. Allah mengabadikannya dalam Al-Qur’an:
رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Artinya: Ya Tuhan  kami sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di suatu lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahmu (Baitullah) yang dimuliakan. Ya Tuhan kami (sedemikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berila rizki mereka dari buah-buahan, agar mereka bersyukur. (QS Ibrahim: 37)
Diceritakan dalam riwayat Ibnu Abbas tatkala Siti Hajar kehabisan bekal, air pun sudah habis sehingga Siti Hajar tidak bisa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Shofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan. Kejadian ini diabadikan dalam ritual haji yang bernama Sa’i
Kota Mekkah yang hari ini aman dan makmur adalah juga berkah dari doa Nabi Ibrahim yang dikabulkan Allah SWT dan dilukiskan oleh Allah kepada Nabi Muhammad dalam Al-Qur’an:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
Artinya: Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kiamat.” (QS Al-Baqarah: 126)
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Idul Adha yang kita peringati saat ini, disebut juga idul qurban berasal dari kata qarraba yang berarti mendekatkan, atau dinamai juga “Idul Nahr” yang artinya hari raya memotong kurban binatang ternak. Sejarahnya adalah bermula dari ujian paling berat yang menimpa Nabiyullah Ibrahim. Berkat dari kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan  “Khalilullah” (kekasih Allah).

Setelah gelar Al-Khalil disandangnya, malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu, dan Kau gelari ia “al Khalil”. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal bhaktinya!”


Sebagai realisasi dari firmannya ini, Allah SWT mengizinkan pada para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah.
Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Ketika suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang  “Milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga.”
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengatakan, bahwa pernyataan Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan anaknya jika dikehendaki oleh Allah itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji iman dan taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. 

Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur’an:
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnay aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Aa-saffat: 102)

Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang menggoda sang ayah, sang anak, dan sang ibu silih berganti. Akan tetapi Nabi Ibrahim, Siti hajar dan Nabi Ismail tidak goyah oleh bujuk rayuan iblis yang menggoda agar membatalkan niatnya. Mereka tidak terpengaruh sedikitpun untuk mengurungkan niatnya melaksanakan perintah Allah. Ibrahim melempari iblis dengan batu, mengusirnya pergi. Dan ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah.

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

Ketika Nabi Ibrahim memantapkan niatnya. Nabi Ismail pasrah bulat-bulat, seperti ayahnya. Sedetik setelah pisau nyaris digerakkan, tiba-tiba Allah berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya, agar tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi kedua ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. 


Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
 “Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian.”
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.”
كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
“Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”


Allahu Akbar-Allahu Akbar-Allahu Akbar

Hadirin Jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah,
Menyaksikan tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia itu, malaikat Jibril kagum, seraya terlontar darinya suatu ungkapan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim menjawab “Laailaha illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian dismbung oleh Nabi Ismail “Allahu Akbar Walillahil Hamdu.’

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

Inilah sejarah pertamanya korban di Hari Raya Qurban. Yang kita peringati pada pagi hari ini. Allah Maha Penyayang. Korban yang diperintahkan tidak usah anak kita, cukup binatang ternak, baik kambing, sapi, kerbau maupun lainnya.
Dari sejarahnya ini pula lahir kota Makkah dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.
Sejarah ini pula yang menjadi perselisihan antara Islam dan Yahudi. Yahudi mengatakan bahwa yang disembelih adalah Ishak. Padahal dalam kitab Taurat atau Perjanjian Lama atau Old Testement, dalam kitab kejadian XXII ayat 2, menyebutkan bahwa Allah menyuruh Ibrahim untuk menyembelih anak satu-satunya. Sedangkan dalam kitab itu juga disebutkan Ismail lahir ketika Ibrahim berusia 86 dan Ishak lahir ketika berusia 100 tahun. Artinya berselisih 14 tahun. Dan dalam kurun waktu 14 tahun itulah Ismail jadi anak satu-satunya sebelum kelahiran Ishak.
Ini bisa difahami karena, Bani Israel yang mayoritas Yahudi itu adalah keturunan Ishak. Sedangkan Ismail melahirkan suku-suku Arab Musta’ribah, Arab yang tinggal di wilayah utara dan sampai pada Adnan, sampai pada Rasulullah. Serta Arab Aribah dari selatan keturunan Ya’rub bin Qahtan. Tentu mereka tak mau mengakui keunggulan keturunan Nabi kita Muhammad

Allahu akbar 3x Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

I’tibar terpenting yang bisa kita petik dari peristiwa-peristiwa besar tersebut adalah: Pertama, bahwa perjuangan dan pengabdian kepada Allah SWT butuh kesabaran, ketabahan dan keikhlasan. Kesabaran Ibrahim, ketabahan Hajar dan Keikhlasan Ismail-lah, yang menjadikan peristiwa itu terjadi. Jika Ibrahim tak sabar, Hajar tak tabah dan Ismail tak Ikhlas. Pasti peristiwa itu tidak terjadi dan mereka tidak diabadikan sebagai orang-orang pilihan
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,


I’tibar kedua yang dapat kita tarik dari peristiwa tersebut, pentingnya mendidik keluarga, mendidik anak, terutama pentingnya arti seorang Ibu. Ismail yang hanya tinggal dengan ibunya, tentu tak akan menjadi sedemikian hebat, tanpa tempaan dari seorang ibu. Maka, mulialah seorang ibu, semogalah ibu-ibu kita semua dijadikan oleh Allah SWT penghuni surga, atas pengorbanannya. Dan tak lupa peran seorng suami, Hajar tentu tak menjadi Istri yang baik tanpa peran suami yang baik, yakni Ibrahim.

Ketiga, diantara beberapa term yang sudah disebutkan.  Terpenting adalah hidayah dari Allah SWT. Ismail bisa menjadi pribadi yang hebat, mungkin karena didikan dari Hajar. Hajar bisa jadi  hebat, mungkin karena didikan Ibrahim. Tapi semuanya tidak akan berarti tanpa hidayah dari Allah SWT. Kan’an putra Nuh, membangkang dari ayahnya Nabiyullah Nuh. Istri Luth juga membangkang dari dakwah suaminya. Semuanya karena tak memperoleh hidayah. Sedangkan Ibrahim yang putera pembuat berhala mampu menjadi nabi besar. Semoga dengan berkah hari mulia ini, anak, keluarga, keturunan dan lingkungan serta pemimpin-pemimpin kita selalu memperoleh hidayah Allah SWT.
Dan mudah-mudahan perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk rela berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara amiin 3x ya robbal alamin.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

KHUTBAH KEDUA:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى
وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ , اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

NB. Beberapa ayat Alquran tidak tertulis dengan huruf hijaiyyah (Arab), karena sempat hancur formatnya dan laptop yang sekarang tidak support untuak menulis Arab.