top social

Senin, 30 Maret 2020

Corona, Azab atau Pembelajaran Baru Bagi Kemanusiaan?



Corona; Virus baru yang menjadi pagebluk global.

"Dunia tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah wabah penyakit yang menakutkan. Ketakutan merebak, banyak negara dipaksa untuk bekerja keras menangani virus yang dapat menyebabkan kematian tersebut. Para ilmuwan dan ahli kesehatan dikejar untuk segera menemukan serum penawar virus yang sukses membuat banyak pihak kelimpungan tersebut."



Lebih mengagetkan lagi ketika kita membaca sekian banyak berita-berita bohong seputar penyakit itu yang membuat informasi semakin rancu. Misalnya saja sebaran informasi tentang beberapa orang yang bergelimpangan di jalan dan dikabarkan meninggal disebabkan virus corona. Berita bohong tesebut sukses membuat ketakutan akan virus ini mengalami eskalasi sedemikian rupa. Apalagi di zaman yang semua orang dapat memperoleh dan menentukan sumber beritanya sendiri secara langsung seperti hari ini.

Nyatanya foto yang disebut merupakan kejadian di Wuhan Provinsi Hubei China tersebut adalah sebuah proyek seni pada 24 Maret 2014 di Frankfurt Jerman yang dilakukan guna memperingati para korban kamp konsentrasi Nazi, Katzbach. Foto itu disebarkan dengan narasi yang begitu menyentuh dan politis. Narasi dalam foto itu juga menyebutkan bahwa foto diambil dari satelit di Wuhan dan kejadian virus corona merupakan balasan bagi China karena perlakuannya terhadap suku muslim minoritas China Uyghur.

Belum lagi beberapa berita bohong yang bukan hanya membuat kita kesal, sedih dan setidaknya berfikir bagaimana musibah yang sedemikian mengerikan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tak berperikemanusiaan demi keuntungan pribadi semata. Berita tentang seseorang yang mendadak meninggal di Bandara Soekarno-Hatta akibat penyakit jantung pun disalahgunakan dan diberitakan meninggal karena terjangkit virus corona. Berita-berita lain misalnya bahwa ada sekian penderita yang terjangkiti virus corona di beberapa rumah sakit di Indonesia juga menjadi teror tersendiri bagi masyarakat.

Bahkan sebagian berita sudah mengarah pada politik dan memakai analisis yang tidak logis, seperti teori konspirasi yang menyatakan bahwa virus corona adalah senjata biologis yang “bocor” dari laboratorium di Wuhan. Virus itu dimaksudkan untuk menyerang dan memusnahkan kaum Uyghur. Berita-berita bohong begini digunakan untuk membuat teror, perasaan was-was dan ketakutan di masyarakat.

Padahal berita-berita bohong itu malah akan mengacaukan upaya pengentasan masalah. Karena akan sulit lagi ditemui berita sahih yang layak dipercayai. Berita-berita yang diperlukan masyarakat tentang penanganan virus yang mematikan itu akan berkelindan dengan berita-berita bohong yang diciptakan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Jika sudah begini, masyarakat yang akan menjadi korbannya.

Berita dalam The Guardian, tertanggal 15 Maret 2013 yang ditulis oleh Iam Sample bertajuk “Coronavirus: Is This The Next Pandemic?, pun dikutip beberapa laman berita dan akun media sosial. Pada berita ini memang diceritakan bahwa Professor Ali Mohamed Zaki, seorang virolog (ahli virus) di rumah sakit Dr. Soliman Fakeeh yang berada di Jeddah telah menemukan virus corona. Virus yang sedang menjadi pembahasan utama saat ini. Profesor Zaki telah dipecat oleh rumah sakit di tempatnya bekerja karena telah mengirimkan sampel dari penderita ke laboratorium Erasmus Medical Centre di Rotterdam.

Zaki juga sudah memperingatkan tentang sebaran virus itu guna antisipasi kepada sesama ilmuwan. Tapi karena dipecat, Zaki pun kembali ke negara asalnya, Mesir. Virus jenis (strain) baru yang ditemukan oleh Zaki diklaim lebih mematikan dari SARS. Lalu apakah benar bahwa Zaki telah meramalkan tentang virus corona dan virus ini berasal dari Arab Saudi?.

Merujuk pada situs US National Library of Medicine National Institutes of Health (www.ncbi.nlm.nih.gov) disebutkan bahwa virus yang ditemukan oleh Zaki itu adalah virus Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus atau biasa disebut dengan nama MERS-CoV. MERS memang dipicu oleh virus corona. Virus ini kali pertama dilaporkan para 24 September 2012 oleh virolog asal Mesir Ali Mohamed Zaki di Jeddah, Arab Saudi. Pada penderita MERS-CoV akan ditemukan beberapa gejala misalnya, demam, batuk, sesak nafas yang kemudian bisa dengan cepat berkembang menjadi penyakit pernafasan akut. Gejala lain yang kadang dialami adalah diare dan muntah. Setengah dari penderita virus ini dilaporkan meninggal dunia.

Sedangkan menurut forbes.com dalam artikel yang berjudul Wuhan Coronavirus Outbreak Shows The Importance Of Sound Science, Sleuthing And Cooperation, yang ditulis oleh seorang kontributor senior Judy Stone, justru menyebutkan bahwa virus corona Wuhan ini merupakan virus corona generasi ketiga yang menyebabkan kejadian luar biasa dalam 20 tahun terakhir ini setelah kemunculan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) . Virus corona yang pertama dan menyebabkan kegaduhan luar biasa pada kurun 2003 silam. Memang novel coronavirus yang diidentifikasi pertama berasal dari Wuhan adalah virus corona ketiga yang ditemukan. Virus corona dengan segala macam variannya sendiri sudah muncul beberapa kali.

Pertama, SARS. Virus ini menjadi kegemparan secara global ketika menginveksi lebih kurang 8100 orang dan 774 orang dari 37 negara diantaranya meninggal dunia. Bermula diidentifikasi sejak bulan November 2003, kemudian mengalami “ledakan” sebaran dalam tiga bulan pertama hingga dapat dihentikan pada Juli tahun berikutnya. Sejak itu, kasus demi kasus ditemukan. Kasus awal dilaporkan berawal dari Tiongkok. Para ilmuwan mengindentifikasi sebaran virus ini berkaitan dengan musang yang diperjualbelikan di pasar hewan hidup di China. Kelelawar buah kemudian dipercaya menjadi “reservoir” virus itu. Sampai sejauh ini korban SARS tercatat masih lebih besar dari novel coronavirus yang ditemukan di Wuhan.

Merunut pernyataan Sugiyono Putra, seorang ahli mikrobiologi LIPI seperti dikutip dari liputan6.com, kesamaan virus corona baru dengan SARS mencapai 80 persen. Namun memiliki persamaan lebih sedikit dengan MERS. Sementara masih dari sumber yang sama, seorang ahli pulmonology (salah satu subspesialisasi penyakit dalam yang berkonsentrasi pada gangguan sistem kesehatan pernafasan), Desilia Atikadawati yang bertugas di RS. EMC menyatakan bahwa virus corona bukanlah virus yang paling mematikan. Hal ini jika dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan oleh SARS. SARS yang dimulai pada 2003 dan transmisi penyebarannya dilaporkan berhenti pada 2004 menyebabkan kematian yang lebih tinggi dari virus corona yang sekarang. Tapi justru ini perlu diwaspadai. “Jadi kalau keluhannya tidak begitu berat, orang tidak terlalu aware.” Menurutnya ini pula yang menyebabkan penyebarannya menjadi tinggi dan cepat. “Karena dalam waktu singkat, belum sampai dua bulan juga sudah sampai hampir 10 ribu penderita di China.”

Sementara menurut Reuters, virus corona baru yang diidentifikasi di Wuhan memiliki keganasan di bawah SARS. Ia juga memiliki perbedaan dengan SARS. Diantaranya adalah masa inkubasi virus yang dengan mudah menyebar sebelum gejala terdeteksi. Bahkan dikatakan penyebarannya hanya butuh waktu sekitar satu hingga 14 hari. Sementara SARS membutuhkan waktu beberapa minggu. SARS juga merupakan virus yang menyebar setelah masa inkubasi 2-7 hari, sementara virus corona baru dapat menyebar kala masa inkubasi.

Virus kedua adalah MERS yang pertama kali ditemukan menyebar di Saudi Arabia. Walaupun belum dinyatakan resmi berhenti penyebarannya, namun sedikit sekali ditemukan suspect baru dari virus ini. Melansir sebuah tulisan dari The Guardian, virus ini dipercaya ditularkan dari unta. Namun dicurigai virus itu dibawa unta dari inang utamanya, yakni kelelawar.

Virus ini membunuh sepertiga dari penderita yang terinfeksi virus MERS. Padahal virus ini diyakini tidak mudah menular dari manusia ke manusia. Wabah ini menewaskan 35 persen dari 2.494 penderitanya. Sejak tahun 2012, penderita MERS yang mencapai 2.494 yang berasal 27 negara menyebabkan angka kematian mencapai 858 orang. Angka yang tentu patut membuat kita cemas.

Maka virus corona terbaru yang ditemukan di Wuhan ini tergolong lebih ringan dari virus-virus serumpun yang pernah menjangkiti manusia dan menyebabkan kejadian luar biasa sebelumnya, baik SARS maupun MERS. Namun kecepatan penyebarannya yang begitu dahsyat tentu wajib untuk diwaspadai. Jika SARS butuh waktu 4 bulan untuk menginfeksi 1.000 orang. Virus corona Wuhan atau dikenal dengan nama novel coronavirus (2019-nCoV) ini telah menginfeksi lebih dari 2.300 orang hanya dalam kurun waktu 27 hari sejak pertama kali ditemukan. Karena setiap orang yang positif terinfeksi virus ini dapat menginfeksi dan menularkan kepada 10 bahkan sampai 30 orang lain.

Sedangkan virus corona yang dilaporkan dimulai dari kota Wuhan, sebuah kota di provinsi Hubei China ini menjadi virus baru yang menyita perhatian banyak pihak. Virus ini juga dilaporkan sudah menyebar ke berbagai kota di berbagai negara. Tercatat Hongkong, Macau, Taiwan, Thailand, Amerika Serikat, Australia, Kanada, Prancis, Jepang, Malaysia, Nepal, Singapura, Korea Selatan dan Vietnam telah melaporkan adanya dugaan orang dengan infeksi virus ini. Bahkan laporan terakhir tak kurang dari 25 negara telah melaporkan dan mengkonfirmasi adanya penderita virus ini di negaranya masing-masing. Bukan tidak mungkin akan terus menyebar ke berbagai tempat lain, melihat sifat penyebaran dan kecepatan penularannya.

Parahnya penyebaran virus ini juga tidak diketahui dengan jelas, tak seperti virus sejenis sebelumnya. Sangat berbeda baik dengan SARS maupun MERS. Dalam kondisi tertentu, seperti ditulis oleh South China Morning Post bahwa ada kemungkinan virus ini hidup dalam tubuh seseorang dengan tanpa menunjukkan gejala yang jelas. Para peneliti menyebutnya sebagai “pneumonia berjalan.” Pneumonia dalam bahasa awam seringkali disebut sebagai  paru-paru basah, sebenarnya adalah infeksi yang mengakibatkan peradangan pada kantong-kantong udara di salah satu atau kedua paru-paru. Pada penderita pneumonia, sekumpulan kantong-kantong udara kecil di ujung saluran pernapasan dalam paru-paru (alveoli) akan meradang dan dipenuhi cairan atau nanah.

Kekacauan ini menjadi semakin tidak terkendali karena pada saat yang sama ketika virus itu dilaporkan, juga bersamaan dengan perayaan Tahun Baru China atau biasa disebut sebagai Hari Raya Imlek. Hampir sama dengan tradisi Idul Fitri bagi kaum muslim, atau Natal bagi kaum Nasrani, perayaan Imlek bagi bangsa dan keturunan China adalah saat berkumpul dan berkunjung ke keluarga. Perayaan hari Imlek, dirayakan masyarakat keturunan China seringkali tanpa melihat latar belakang agama dan keyakinan. Itu berarti akan banyak kunjungan dari dan ke China dari berbagai belahan penjuru dunia.

Perpaduan antara sulitnya mendeteksi infeksi dari orang dengan suspect virus corona ini dan adanya aliran perjalanan yang memuncak pada saat Imlek ini menjadi perpaduan yang mempercepat penyebaran virus ini secara massif ke seluruh dunia. Hal ini didukung oleh sifat virus yang memang secara alamiah mudah menyebar dan menular. Berbeda dengan SARS yang menyebar setelah masa inkubasi, virus corona terbaru ini malah dapat menyebar dan menular ketika masa inkubasi. Pun penderita pada awalnya dapat tidak terdeteksi dan menunjukkan gejala-gejala sudah terinfeksi.

Para peneliti mengarahkan perhatiannya kepada gaya hidup penduduk Wuhan terutama dalam hal konsumsi makanan. Di daerah Wuhan memang terdapat pasar yang menyediakan bahan-bahan makanan ekstrem. Binatang-binatang ekstrem atau liar dijual bebas di sebuah pasar yang bernama Huanan Seafood Wholesale Market atau dikenal dengan pasar ekstrem Wuhan. Penjualan hewan liar seperti kodok, ular, anjing, tikus, kucing hingga kelelawar dituding sebagai biang masalah penyebaran virus 2019-nCoV ini. Terutama dua spesies yang dituding berpotensi sebagai penyebar virus ini adalah ular dan kelelawar.

Setelah penyebaran virus yang demikian massif, pemerintah China segera menutup kota Wuhan. Perjalanan dari dan ke kota Wuhan dihentikan total demi menghindari penyebaran virus yang lebih besar. Tindakan ini termasuk menutup pasar ikan Huanan di Wuhan yang segera menjadi “tertuduh” sebagai lokasi berkembangnya virus. Beberapa warga asing juga terpaksa terjebak dalam situasi yang penuh ketidakpastian.

Walaupun klaim ini segera mendapatkan sanggahan. Misalnya dalam sebuah karya ilmiah yang dipublikasikan di The Lancet, sejumlah peneliti lintas instansi meragukan klaim bahwa virus ini ditularkan dari pasar Wuhan. Hal itu merujuk pada kenyataan bahwa pasien pertama yang mengidap virus itu tidak berkaitan dengan pasar Wuhan sama sekali. Bahkan data yang disodorkan oleh peneliti-peneliti itu menyebutkan bahwa dari 41 penderita virus corona, 13 orang diantaranya tidak berhubungan dengan pasar Wuhan.

Pernyataan para peneliti itu juga menyebabkan banyak yang bertanya-tanya tentang akurasi data yang dikeluarkan otoritas China. Pada awal virus ini muncul, pihak yang mengeluarkan informasi public hanya Wuhan Municipal Health Commission. Informasi awal itu juga tak menyebut pasar Wuhan sama sekali. Bahkan informasi awal juga menyebutkan informasi tentang tidak ada bukti penularan virus antarmanusia.

Hal itu dikonfirmasi oleh seorang peneliti dari Capital Medical University di Beijing, Bin Cao. Ia menyatakan bahwa ia dan kawan-kawan penelitinya tak mengetahui benar asal virus itu berkembang. Kebiasaan makan hewan liar memang sudah menjadi tradisi yang unik di China, lebih-lebih ada tradisi memakan hewan itu dalam kondisi hidup-hidup. Seperti kodok yang kerap dimakan hidup-hidup. Perilaku ini dipicu dari sebuah kepercayaan, bahwa hewan lebih bernutrisi dan berguna bagi tubuh jika disantap hidup-hidup.

Apapun itu, demi menghindari terjangkitnya virus yang tidak diharapkan, sebagai muslim yang baik tentu kita tetap harus menjaga asupan makanan kita sesuai dengan kaidah dan tuntunan makanan dalam agama kita. Islam menghendaki umatnya untuk menjaga diri (hifdzun nafs), termasuk diantaranya adalah memastikan makanan yang dikonsumsi sebagai makanan yang bukan hanya halal secara agama. Namun juga thayyiban. Layak konsumsi dan berguna bagi tubuh serta menghindarkan dari mengkonsumsi makanan yang mungkin dapat menyebabkan penyakit-penyakit tertentu. Misalnya saja mengkonsumsi hewan liar yang tidak diketahui kebersihannya.

Pemerintah China juga sudah melakukan hal-hal yang luar biasa untuk kejadian luar biasa ini. Misalnya saja seperti yang ditulis oleh Daily Mail yang melaporkan pembangunan rumah sakit khusus virus corona di Wuhan Hubei, yang dibangun dari gedung kosong menjadi rumah sakit dengan 1.000 tempat tidur hanya dalam waktu 48 jam atau dua hari. Kemampuan dan kesiapsiagaan pemerintah China ini tentu merupakan hasil pembelajaran mereka atas virus serumpun yang lebih ganas pada beberapa tahun sebelumnya, virus SARS. Selain memang kemampuan manajemen logistik yang baik dari pemerintah China. Hal yang sama juga perlu dikembangkan oleh banyak negara lain.

Langkah lain yang telah diambil oleh pemerintah China juga cukup strategis dan taktis. Pemerintah China dilaporkan telah mengirimkan 450 tenaga medis ke Wuhan sebagai kota dengan pusat sebaran. Ratusan tenaga medis itu dilaporkan berpengalaman dalam menangani SARS dan Ebola. Sebuah rumah sakit lain juga sedang dibangun dari 0 dan ditargetkan selesai dalam waktu hanya 10 hari. Rumah sakit itu digunakan untuk menangani pasien khusus virus corona. Rumah sakit itu dibangun karena adanya laporan kekurangan tempat tidur bagi penderita virus di rumah sakit yang sudah ada.

Lalu apa langkah tepat kita sebagai bentuk refleksi atas kejadian luar biasa di Wuhan ini?. Baik sebagai manusia Indonesia maupun sebagai seorang muslim. Tentu refleksi yang harus dikemukakan adalah refleksi kemanusiaan. Bukan sentimen agama, apalagi ras. tak elok pula jika anggap ini sebagai adzab Allah kepada satu ras atau bangsa tertentu. Menghilangkan empati kemanusiaan dari hati kita kepada sesama manusia, bukanlah watak dan corak keimanan seorang muslim yang baik.

Baiklah kita kemukakan sebuah cerita tentang wabah penyakit yang pernah melanda masyarakat Madinah ketika Rasulullah berada di dalamnya. Wabah demam yang menyerang ketika para sahabat baru saja tiba di Madinah disebut debagai wabah demam Madinah. Wabah itu menyerang madinah bahkan ketika rombongan sahabat Rasulullah baru saja tiba di Madinah. Cerita ini diceritakan oleh Ibnu Hisyam dalam Sirah Nabawiyah-nya merupakan riwayat dari Hisyam bin Urwah dan Umar bin Abdillah bin Urwah yang diceritakan kepada Ibnu Ishaq dari Urwah bin Zubair, dari Aisyah, “Bersamaan dengan kedatangan Rasulullah di Madinah, bumi Allah itu sedang dilanda wabah demam sehingga banyak sahabat Rasulullah yang terjangkita penyakit demam itu. Namun Allah menghindarkan Rasulullah dari wabah itu.”

Diantara para sahabat yang terkena wabah ini adalah sayidina Abu Bakar As-Shidiq beserta dua mantan budaknya, Amir bin Fuhairah dan Bilal. Ketiganya diriwayatkan oleh Aisyah bahkan sampai berkata-kata tanpa sadar atau mengigau karena beratnya demam yang diderita. Rasulullah pun sempat mendengar aduan dari para sahabat tentang keadaan sebaran wabah itu. Syaikh ‘Aun Al-Qoddumiy dalam sebuah sarasehan Sirah Nabawiyah pun pernah menceritakan hal ini karena jeleknya sistem sanitasi di Madinah. Hingga Rasulullah pun kemudian memperbaiki sistem sanitasi di Madinah. Bahkan ketika beberapa sahabat protes atas keadaan Madinah, Rasulullah berdoa dengan doa yang masyhur dan diriwayatkan secara muttafaq alaih. “Ya Allah jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Mekah atau lebih. Berkahilah mud dan sha’-nya dan alihkanlah wabahnya ke Mahya’ah.” Mahya’ah dalam hadits ini berarti sebuah tempat di Juhfah.

Kisah tentang wabah yang menyerang sebuah negeri juga kita temui pada masa khalifah rasulullah kedua, sayidina Umar bin Khattab. Ketika itu, sahabat Umar sedang dalam perjanalan menuju Syam bersama Abdurrahman bin Auf dan Abu Ubaidah bin Jarrah, radliyallahu anhum wa radhu anhu. Khabar yang diceritakan oleh Abdullah bin Amir ini menceritakan bahwa Umar menghentikan perjalanan saat sampai di sebuah wilayah yang bernama Sargh. Beliau diberitahu akan adanya wabah di daerah Syam. Abdurrahman bin Auf yang membersamai khalifah itu lantas menyampaikan sebuah hadits dari Rasulullah, bahwa Rasulullah bersabda, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu."

Dalam hadits yang juga diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas dan diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas ini juga diceritakan bahwa keputusan menghentikan perjalanan itu sempat tidak disetujui oleh Abu Ubaidah. Abu Ubaidah berargumen, bagaimana mungkin seorang khalifah yang juga seorang muslim, takut pada wabah seakan menghindari takdirnya?. Soal ini, Umar bin Khattab mempunyai jawaban yang diplomatis. “Aku tidak melarikan diri dari takdir Allah. Aku lari dari takdir Allah untuk menuju takdir Allah yang lain.”

Dari cerita diatas dan beberapa hadits yang bisa kita dedahkan, kita juga mengenali bahwa Rasulullah pun mengajarkan sistem isolasi pada penderita penyakit yang kemungkinan menular. Seperti sabda beliau, "Jangan kamu terus menerus melihat orang yang menghidap penyakit kusta."  Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari itu jelas kita dapat artikan bahwa bukan melihat secara leksikal. Namun lebih pada larangan untuk terlibat kontak fisik dalam periode lama tanpa adanya antisipasi yang berkemungkinan akan menimbulkan penularan virus menular tersebut.

Lebih lanjut dalam Sahih Bukhari juga diriwayatkan sebuah hadits, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." Ini tentu menguatkan pendapat tentang pentingnya isolasi penderita disamping juga pentingnya langkah preventif dalam menjaga kesehatan. Namun langkah isolasi ini tentu juga tidak boleh menghilangkan upaya penyembuhan dan penyelesaian masalah. Terutama bagi tim medis.

Langkah preventif lain dari keberadaan virus ini adalah menjaga vitalitas tubuh serta pentingnya memperhatikan asupan makan yang masuk dalam tubuh kita. Tentu kita bisa turut berdebat tentang apakah virus corona ini disebabkan dari kelelawar yang berasal dari pasar Wuhan. Namun mafhum juga bagi kita, bahwa kesehatan kita juga banyak bergantung pada nutrisi dan kebersihan asupan makanan kita.
Terakhir dan sebagai penutup tulisan ini. Semoga virus ini bukan menjadi musibah kemanusiaan. Virus ini boleh menjadi musibah, namun musibah terbesar kita adalah ketika kita kehilangan rasa kemanusiaan. Misalnya saja dengan menyebarkan berita bohong terkait virus ini demi kepentingan pribadi, golongan dan apalagi kepentingan politik. Juga kematian kemanusiaan terbesar adalah ketika kita diam-diam mensyukuri musibah manusia lain apapun agama, kepercayaan dan pilihan politik mereka.
Wallahul musta’an.



NB: Pernah tampil sebagai editorial Majalah Al-Fikrah pada akhir awal Februari. Kemungkinan data tidak lagi update.